Kenapa langit berwarna biru?

Atmosfer menghamburkan cahaya Matahari, menyisakan keelokan biru buat mata kita.Atmosfer menghamburkan cahaya Matahari, menyisakan keelokan biru buat mata kita.

Celestron AstroMaster 130EQ

Teleskop ini cocok untuk pemula astronomi meski belum memiliki penggerak otomatis..

Objek Messier

Ingin memulai pengamatan langit malam? Kenapa tidak mencoba melihat Objek Messier.

Monumen astronomi bernama Borobudur

Lebih satu milenium lalu, candi Buddha ini adalah rumah ibadah sekaligus observatorium.

Lubang hitam yang mengerikan?

Apakah objek langit ini benar-benar seperti yang Anda pikirkan?

Monday, September 10, 2007

Tantangan Dalam Pengamatan Bulan

Penampakan Bulan di siang hari diteliti secara mendalam oleh Andre Danjon, seorang Perancis, pada 1930. Danjon menemukan bahwa Bulan tidak dapat kita saksikan pada tengah hari apabila Bulan berada pada jarak 30 derajat dari Matahari. Angka 30 derajat ini berkaitan dengan jarak sudut Bulan-Matahari untuk umur Bulan 2.5 semenjak Bulan baru dan 2.5 hari sebelum Bulan baru.

Pada prakteknya, terdapat faktor kecemerlangan langit (berhubungan dengan jumlah hamburan cahaya matahari oleh atmosfer) dapat memperbesar nilai batas yang ditentukan oleh Danjon. Udara yang beraerosol misalnya, akan membuat langit menjadi lebih terang, sehingga limit Danjon akan membesar.

Bagaimana dengan pengamatan bulan tua atau bulan muda yang tentunya berkaitan dengan penentuan awal bulan baru penanggalan hijriyah? Danjon menyebutkan bahwa tidak mungkin untuk melihat Bulan ketika jarak sudut Matahari-Bulan kecil dari 7 derajat busur ketika Matahari terbenam.

Satu hal lagi yang harus kita sadari dari pengamatan Bulan adalah; Bulan memiliki permukaan yang tidak rata, terdiri dari lembah dan pegunungan. Saat Bulan dekat dengan Matahari maka cahaya Matahari yang jatuh dipermukaan Bulan akan diterima oleh lereng gunung Bulan yang menghadap Matahari, dan bagain lereng gunung yang menghadap ke Bumi akan dikenai bayangan gunung itu sendiri. Karena efek ini maka kita tidak bisa mengharapkan kecerlangan Bulan yang cukup besar saat Bulan baru, begitu pula dengan sabit Bulan yang akan nampak lebih sempit ketimbang nilai idealnya jika permukaan Bulan rata sempurna. Hal ini yang menjelaskan kenapa Bulan tidak dapat diamati ketika Bulan berada pada jarak maksimumnya dari ekliptika yaitu pada jarak sudut 5 derajat busur.

sebagian permukaan Bulan, direkam dengan CCD

Berikutnya, Danjon juga mengatakan bahwa ujung terjauh sabit Bulan tidak akan terlihat hingga Bulan berada jauh dari 40 derajat busur dari Matahari. Dengan kata lengkung sabit Bulan tidak akan terlihat sempurna hingga Bulan berumur 3 hingga empat hari.

Bagaimana dengan kecerlangan Bulan? Mungkin kita berpikir bahwa kecerlangan Bulan-setengah adlaah setengah kali kecerlangan Bulan purnama. Anggapan ini salah. Kecerlangan Bulan-setengah (bulan berumur 14.75 hari) ternyata hanya 8.5% kecerlangan Bulan purnama. Untuk Bulan berumur 5 hari kecerlangannya akan menurun drastis hingga hanya 0.5% kecerlangan Bulan purnama.

Dalam mengamati hilal yang menjadi perhatian adalah jarak Bulan dari Matahari dan ketinggian Bulan dari Horizon. Faktor eksternal yang tidak kalah penting adalah masalah kecerlangan langit. Langit senja akan tampak hampir sama terangnya dengan cahaya hilal. Cahaya hilal sendiri mengalami distorsi karena diserap atau dihamburkan oleh partikel-partikel yang ada di atmosfer.

Saturday, June 16, 2007

Mengenal Meteor

Jika kita mengamati langit malam pada waktu yang lama maka pada kesempatan yang tidak diduga-duga kita akan mendapati garis cahaya yang terbentuk dengan cepat kemudian menghilang. Biasanya cahaya ini berwarna kuning keemasan atau putih. Lintasan cahaya terang ini biasa disebut sebagai meteor.

Bagi orang kota, menyaksikan bintang jatuh adalah pengalaman spiritual tersendiri. Hal ini dapat dimaklumi karena cahaya lampu kota telah memakan sebagian besar keindahan langit yang berasal dari cahaya benda langit sehingga memandang langit menjadi hal yang langka.

Hal ini pula yang menyebabkan beberapa orang berhalusinasi melihat benda terbang yang tidak dikenal, lalu mengklaimnya sebagai penampakan kendaraan makhluk luar angkasa. Sebenarnya tidak demikian.

Meteor, yang di Indonesia sering disebut sebagai bintang jatuh, adalah lintasan cahaya hasil gesekan benda langit yang tergesek atmosfer Bumi. Seperti yang kita ketahui bahwa di luar angkasa terdapat banyak sekali benda yang terbang bebas dengan ukuran sebesar debu hingga beberapa meter, kita sebut mereka meteoroit. Meteorit pada suatu kesempatan dapat tertarik oleh gravitasi Bumi sehingga jatuh ke Bumi. Sebelum sampai di permukaan Bumi, meteroit harus berhadapan dengan atmosfer Bumi yang sangat tebal (mencapai 500 kilometer). Atmosfer akan menghambat laju meteoroit dengan menggesek permukaan meteorit. Gosokan ini sedemikian hebatnya sehingga permukaan meteorit menjadi panas lalu menguap dengan cepat dan menghasilkan cahaya. Cahaya ini terbentuk sesuai lintasan jatuh meteorit. Lintasan cahaya tersebut kita kenal sebagai meteor.

Meteor terjadi ketika meteoroit tergesek oleh atmosfer Bumi

Meteor biasanya terjadi pada ketinggian 80 hingga 100 km. Namun sebgian besar cahaya tersebut terjadi pada ketinggian 95 km. Meteor jatuh dengan kecepatan mencapai 72 km/detik. Namun kecil sekali kemungkinan bagi meteor jatuh ke Bumi.

Beruntung sekali terdapat kesempatan-kesempatan istimewa untuk menikmati meteor dalam jumlah yang banyak dalam satu malam. Peristiwa terlihatnya banyak meteor dalam satu malam kita kenal sebagai hujan meteor.

Hujan meteor terjadi pada daerah-daerah tertentu pada langit malam. Jika terjadi maka kita akan melihat kilatan cahaya yang muncul secara intensif dan menyebar seolah-olah berasal dari satu titik tertentu. Titik tertentu ini kita kenal sebagai radian, bisa diartikan sebagai arah asal.

Penamaan peristiwa hujan meteor sesuai dengan rasi dimana radian berada kemudian diberi akhiran "id".

Uniknya, fenomena hujan meteor memiliki keterkaitan dengan komet. Beberapa komet melintas dekat sekali dengan orbit Bumi. Jejak lintasan komet akan diisi oleh debu yang berasal dari komet itu sendiri. Debu-debu sisa komet inilah yang kemudian melayang-layang di orbit Bumi. Ketika Bumi melintas pada daerah yang berdebu maka Bumi akan menarik debu tersebut ke dalam atmosfernya dan terciptalah meteor.

Contoh radian pada hujan meteor Perseid (sumber foto: www.astronomy.com)

Fenomena radian bisa dijelaskan sebagai ilusi geometri. Sebenarnya meteorit-meteorit (yang pada kasus hujan meteor adalah debu sisa komet) jatuh dalam posisi yang saling sejajar. Namun karena komet berasal dari daerah yang lebih jauh dari pengamat dan jatuh mendekati pengamat maka formasi sejajar itu terlihat menyebar. Ilusi semacam ini bisa dilihat juga pada lintasan rel kereta api. Semakin jauh rel kereta api dari mata maka rel akan terlihat saling mendekat. Padahal keadaan sebenarnya rel kereta tersebut adalah saling sejajar.

Berikut nama-nama fenomena hujan meteor beserta waktu kejadiannya:

NAMA | WAKTU | KOMET
Andromedid | Pertengahan November | Biela
Delta Aquarid | Akhir Juli | Tidak diketahui
Draconid | Pertengahan Oktober | Giacobini-Zinner
Eta Aquarid | Awal Mei | Halley
Geminid | Pertengahan Desember | Tidak diketahui
Leonid | Pertengahan November | Temple
Lyrid | Pertengahan April | 1861 I
Orionid | Pertengahan Oktober | Halley
Perseid | Pertengahan Augustus | 1862 III
Taurid | Awal November | Encke
Ursid | Pertengahan Desember | Tuttle

Pengamatan hujan meteor baik dilakukan dini hari menjelang pagi. Alasannya berhubungan dengan gerak Bumi. Bumi mengelilingi Matahari dengan arah searah jarum jam. Pada saat yang bersamaan Bumi juga berputar pada sumbunya dengan arah dari barat ke timur. Revolusi Bumi menyapu debu sisa komet, pada saat bersamaan rotasi menambah efek sapuan sehingga menjadi lebih cepat. Dengan gerak khas seperti ini maka fenomena hujan meteor akan terlihat memuncak pada penghujung malam -yakni pengamat persis berada pada daerah dimana debu sisa komet tersapu atmosfer akibat gerak revolusi dan gerak rotasi Bumi.

Puncak hujan meteor terjadi setelah lewat dini hari menjelang pagi

Ada beberapa tips untuk mengamati hujan meteor. Tips ini sekaligus ingin menghapus beberapa anggapan yang salah mengenai teknik pengamatan meteor.
1. Jangan menggunakan teleskop, gunakan mata anda. Fenomena meteor terjadi dalam waktu singkat dan pada daerah yang acak. Karena itu menggunakan teleskop akan mengurangi medan pandang yang dapat anda nikmati dan menghambat kemampuan anda untuk berpindah dari daerah langit yang satu ke daerah langit yang lain.
2. Berkonsentrasilah pada daerah langit tertentu, tatap untuk waktu yang cukup lama. Dengan berkonsentrasi dan bersabar maka peluang anda untuk memergoki hujan meteor akan lebih besar. Utamakan untuk melihat pada daerah sekitar radian.
3. Posisi terbaik untuk melakukan pengamatan meteor adalah berbaring atau duduk bersandar.
4. Catatlah jumlah meteor yang anda lihat, waktu pengamatan, rentang waktu pengamatan, dan daerah langit yang anda lihat. Kemudian laporkan hasil pengamatan anda kepada asosiasi pengamatan meteor. Dengan begini maka anda telah berkontribusi dalam upaya pencacahan meteor.
5. Untuk menikmati meteor yang lebih banyak maka lakukan pengamatan pada puncak hujan meteor. Waktu puncak ini dapat anda ikuti pada situs-situs astronomi.
6. Selama pengamatan gunakan jaket tebal dan hangatkan diri anda dengan secangkir kopi panas. Mengamat bersama teman atau pasangan adalah ide yang baik.

Selamat mengamat!

Friday, June 15, 2007

Target pengamatan: objek-objek Messier

Charles Messier (1730 - 1817) adalah astronom Perancis yang bekerja sebagai pemburu komet. Dalam upaya mempermudah usahanya, Messier membuat daftar benda langit eksotik yang nampak menyerupai komet. Tujuan membuat daftar ini adalah agar ia dan rekan-rekannya dapat dengan mudah membedakan objek mirip komet ini dengan komet sebenarnya. Namun daftar yang ia buat (disebut Katalog Messier), di kemudian hari lebih dikenal sebagai daftar objek-objek menarik yang ada di langit.

Charles Messier (sumber foto: Wikipedia)

Messier mencatat 109 (sebagian orang mengatakan 110) objek menarik dalam katalog tersebut. Penamaan objek-objek pada katalog ini dimulai dengan huruf M lalu diikuti dengan angka sesuai susunan objek langit pada katalog.

Karena mengamat dari belahan bumi utara maka wajar saja jika objek-objek Messier kebanyakan berada di langit utara. Untuk wilayah khatulistiwa seperti Indonesia, kita dapat mengamati hampir keseluruhan objek-objek Messier.

Objek-objek Messier terdiri dari sisa supernova, gugus bola, gugus terbuka, nebula, nebula planet, awan bintang, galaksi spiral, galaksi elips, galaksi berpalang, galaksi tak beraturan.

Sayangnya tidak semua benda langit menarik yang dikatalogkan oleh Messier. Beberapa gugus bintang dan nebula yang terang dilewatkan begitu saja. Alasan untuk tidak mencantumkan ini bisa jadi karena benda tersebut tidak mengganggu proses pengidentifikasian komet, atau karena Messier tidak tertarik dengan objek terang tersebut.

Objek-objek Messier (sumber: http://www.astrogranada.org/html/07_efemerides/10_messier_1.htm)

Objek-objek Messier tersebut adalah:
Sisa Supernova : M1,
Gugus Bola : M2, M3, M4, M5, M9, M10, M12, M13, M14, M15, M19, M22, M28, M30, M53, M54, M55, M56, M62, M68, M69, M70, M71, M72, M75, M79, M80, M92, M107,
Gugus Terbuka : M6, M7, M11, M18, M21, M23, M25, M26, M29, M34, M35, M36, M37, M38, M39, M44, M45, M46, M47, M48, M50, M52, M67,
Nebula : M16, M17, M20, M42, M43, M78,
Nebula Planet : M27, M57, M76, M97,
Awan Bintang : M24
Galaksi Spiral : M31, M33, M51, M58, M61, M63, M64, M65, M66, M74, M77, M81, M83, M84, M85, M88, M90, M98, M99, M100, M101, M104, M108, M109,
Galaksi Elips : M59, M60, M86, M87, M89, M105,
Galaksi Berpalang : M95,
Galaksi Tak Beraturan : M82,

Objek-objek Messier memiliki kecerlangan yang bervariasi dari 4 magnitudo hingga 10 magnitudo. Karena itu objek-objek Messier sangat mudah diamati bahkan dengan binokuler sekalipun. Di Amerika Serikat terkenal istilah "Messier Marathon". Istilah ini ditujukan bagi kegiatan astronom amatir yang dalam satu malam mencoba untuk mencari sebanyak mungkin objek-objek Messier. Kegiatan ini biasanya dilakukan bersama-sama sebagai bagian dari aktivitas kumpul-kumpul akbar komunitas astronom amatir.

Objek Messier pada daerah pusat Galaksi (klik untuk memperbesar)

Objek Messier pada daerah Virgo (klik untuk memperbesar)

Di Indonesia, sebagai negara khatulistiwa, potensi untuk bisa mengamati objek khas Messier ini sangat besar. Beberapa rasi yang kaya dengan objek Messier adalah Sagitarius, Scorpius, Virgo. Beruntungnya rasi-rasi ini dapat diamati pada musim kering.

Untuk mengenali objek-objek Messier silahkan mengunjungi halaman pencarian objek-objek Messier di situs Astronomy Picture of the Day.

Begitu populernya objek-objek Messier sehingga pada software peta langit manapun selalu dapat dijumpai Katalog Messier. Selamat mengamati objek-objek Messier.

Wednesday, June 6, 2007

Centaurus A

Ini adalah foto galaksi centaurus-A, sumber radio terbesar di langit. Galaksi ini jauh di selatan sehingga hanya orang selatan yang bisa meneropongnya.

Foto ini diambil oleh Denny Mandey, menggunakan teleskop celestron Nexstar GPS 8", CCD ST8, dan filter BVR. Pengolahan citra saya yang melakukannya, menggunakan IRIS.

Foto-foto dalam astronomi merupakan gabungan dari beberapa foto dari jendela panjang gelombang yang berbeda. Foto ini gabungan jendela B + V + R.


Jika anda perhatikan lebih baik nampak bahwa jendela V menghasilkan foto yang lebih redup dibandingkan dua jendela lainnya. Perbedaan kecerlangan benda langit padajendela panjang gelombang yang berbeda disebabkan oleh karakter intrinsik benda langit tersebut.

Kita ambil contoh matahari. Jika kita memotret matahari pada panjang gelombang biru, kuning, dan merah maka kita akan mendapatkan matahari tampak lebih cerlang pada panjang gelombang kuning. Tentu saja ini menjelaskan bahwa puncak kecerlangan matahari ada pada panjang gelombang kuning (Contoh ini benar selama kita menganggap alat yang kita gunakan berkelakuan sama dalam mendeteksi jendela panjang gelombang yang berbeda).

Proses menggabungkan warna kita kenal juga pada televisi berwarna. Televisi tersusun dari pipa-pipa mini berdekatan yang memiliki tiga warna yaitu merah hijau dan biru. Televisi terlihat berwarna akibat gabungan dari tiga warna tersebut dalam intensitas yang berbeda-beda.

Pada televisi berwarna kita sebenarnya tidak mengenal konsep "warna hitam". Hitam pada layar televisi terjadi ketika intensitas tiga warna diperkecil serendah mungkin.

Setelah menggabungkan tiga foto yang berbeda dan menampihnya sebagai merah, hijau dan biru maka sebuah foto berwarna tercipta.

Semua titik terang yang terlihat pada foto ini adalah bintang pada galaksi Bima Sakti. Sementara Galaksi Centaurus A berada jauh di luar Bima Sakti.

Yang menjadi cirikhas dari galaksi Centaurus-A adalah pola celah hitam yang membelah bundaran galaksi. Celah ini adalah materi antar bintang pada galaksi yang menghalangi cahaya untuk sampai ke Bumi.

Terimakasih buat Denny yang sudah memberi izin kepada saya untuk mengolah
fotonya.

Saturday, May 12, 2007

Mengenal Lubang Hitam

Pada akhir riwayatnya, bintang akan mengalami peristiwa menarik yang menandai awal kehidupan suatu objek baru. Objek baru tersebut merupakan hasil keruntuhan gravitasi, umumnya memiliki struktur fisis yang mantap; bisa berupa bintang katai putih atau bintang neutron.

Apakah sebuah bintang berakhir sebagai bintang katai putih atau bintang neutron sangat bergantung pada massa pusat bintang awal. Artinya bintang katai putih dan bintang neutron memiliki batas massa maksimum.





















Lalu apa yang terjadi ketika bintang neutron, sebagai objek dengan batas massa maksimum lebih besar dari bintang katai putih, mengalami pertambahan materi yang amat siginfikan akibat keberadaan materi sisa yang ada di sekitarnya? Bagaimanakah nasib akhir dari objek masif dengan massa yang jauh lebih besar dari massa maksimum yang mampu ditopang oleh bintang neutron? Jawabannya, menurut teori relativitas umum, tidak ada yang mampu menghentikan keruntuhan bintang.

Keruntuhan dahsyat ini membuat medan gravitasi di sekitar objek menjadi semakin kuat, sampai akhirnya tidak ada benda yang dapat keluar dari dari medan gravitasi di sekitar bintang. Objek baru yang memiliki medan gravitasi sangat kuat ini disebut lubang hitam.

Lubang hitam dipahami sebagai suatu kawasan yang tidak memiliki kemungkinan untuk berkomunikasi dengan kawasan di luarnya. Batas kawasan ini dikenal sebagai horizon peristiwa. Lubang hitam adalah perwujudan dari singularitas.


















Pada awal bad ke-19 Laplace mengisyaratkan sebuah benda imajiner bermassa besar namun berjari-jari kecil yang dapat menahan laju cahaya. Sayang, ide ini tidak banyak dilirik oleh ilmuwan pada masa itu.

Dua abad kemudian Einstein mengajukan teori Relativitas Umum. Adalah Karl Schwarzchild yang menurunkan solusi relativitas umum untuk medan gravitasi di sekitar bola bermassa. Schwarzchild segera mengirimkan solusi tersebut kepada Einstein. Solusi Schwarzchild inilah yang memulai awal pergumulan ilmuwan dengan lubang hitam.

Chandrasekhar, pada tahun 1930, adalah orang pertama yang menemukan batas atas suatu massa dengan keadaaan terdegenaerasi (batas bagi bintang katai putih). Kemudian dosen dari Chandrasekhar, yaitu Eddington, merasa tidak nyaman dengan batas atas yang diberikan oleh Chandrasekhar. Jika batas atas ini benar maka bintang masif akan terus mengeluarkan radiasi sambil berkontraksi hingga akhirnya membentuk objek yang sangat mampat. Eddington berpendapat bahwa hukum alam akan menolak keberadaan benda aneh yang amat mampat ini, dan kesimpulan dari teori Chandrasekhar dianggap absurd oleh Eddington.

Pada 1939, Oppenheinmer dan Snyder menghidupkan kembali diskusi tentang keruntuhan bola homogen bermassa dalam kerangka relativitas umum. Mereka menemukan bola tersebut terputus komunikasinya ke seluruh semesta. Hingga pertengahan tahun 1960-an batas Chandrasekhar, beserta implikasi relativitas umum atas objek luaran bagi objek dengan massa lebih besar, diabaikan oleh ilmuwan.

Penemuan quasar pada tahun 1963, pulsar pada 1968, dan sumber sinar-X mampat pada 1962 memotivasi ilmuwan untuk secara intensif menggali lebih dalam perihal lubang hitam.

Penamaan lubang hitam diinisiasi oleh J. A. Wheeler pada tahun 1968.

Hingga awal abad ke-21 teori mengenai lubang hitam semakin kukuh. Yang tersisa adalah upaya ilmuwan untuk "membuktian" keberadaan lubang hitam. Lubang hitam tidak dapat kita lihat secara langsung melainkan dengan cara tidak langsung. Lubang hitam berinteraksi cukup intensif dengan objek/materi disekitarnya. Efek dari interaksi inilah yang kemudian kita manfaatkan sebagai petunjuk keberadaan lubang hitam. Jika lubang hitam tersebut mandiri maka kita berharap ada materi yang jatuh ke lubang hitam sehingga materi yang jatuh tersebut mampu memancarkan gelombang elektromagnet sebelum jatuh ke horizon peristiwa.



















Cygnus X-1 diyakini oleh sebagian ilmuwan sebagai lubang hitam. Periode detak Cygnus X-1 yang sangat singkat, sekitar 0.001detik, menggiring ilmuwan pada kesimpulan ini. Namun ilmuwan masih harus bergulat dengan teori astrofisika yang rumit agar teori mereka bisa semakin teguh. Cygnus X-1 bukan satu-satunya kandidat lubang hitam, masih banyak kandidat yang lain. Dengan peralatan baru yang semakin canggih, astronom masih berharap untuk membuktikan keberadaan lubang hitam.

Aktivitas galaksi berinti aktif (active galactic nuclei) dapat dijelaskan jika melibatkan teori lubang hitam supermasif. Lubang hitam supermasif memiliki massa yang amat besar, mencapai milyaran massa matahari. Penyusunan teori pembentukan lubang hitam supermasif di pusat galaksi belum selesai. Sekiranya teori ini masih akan terus menjadi wacana penting dalam ilmu astrofisika.

Lubang hitam tidak luput dari kisah-kisah mengerikan. Diantaranya lubang hitam sering dianggap bersembunyi di kegelapan ruang dan menerkam benda tak berdaya yang melintas didekatnya. Teori ini sesungguhnya terlalu didramatisir. Tentu saja lubang hitam bukan objek jahat yang memiliki kekuatan destruktif. Lubang hitam hanyalah benda astrofisika "biasa" yang mematuhi hukum-hukum fisika.

Seandainya matahari tiba-tiba berubah menjadi lubang hitam maka orbit bumi tidak akan berubah. Tentu saja! Karena lubang hitam ini memiliki massa yang sama dengan massa matahari. Lagi pula matahari tidak akan pernah berubah menjadi lubang hitam kok.

Sumber gambar:
http://www.scs.gmu.edu/~tle/
http://abyss.uoregon.edu/~js/glossary/black_hole.html
http://www.answers.com/topic/arthur-stanley-eddington
http://www.aragonsystems.com/maelstrom.htm
http://www.enotalone.com/forum/showthread.php?t=178513&page=2

Transit Ganymede

Kemarin malam, 11 Mei 2007, Ganymede melintas di depan Jupiter. Peristiwa transit ini sangat spetakuler karena sebelum transit bayangan Ganymede sempat jatuh di permukaan Jupiter. Selain itu terdapat suatu momen ketika kita bisa menikmati Ganymede, bayangan Ganymede, dan Bintik Merah Besar dalam waktu bersamaan.

Peristiwa langka ini dimulai sekira setengah jam sebelum pukul 24.00 WIB dan berlanjut hingga pukul 03.32 WIB.


Ensiklo

Jupiter adalah planet terbesar di tatasurya, radiusnya 143.000 km. Terdapat pita terang-gelap pada atmosfernya. Kandungan Jupiter yang berupa amoniak, sulfur, fosfor, dan beberapa elemen lain, membentuk struktur pita terang-gelap. Sebagian besar Jupiter berupa gas. Ilmuwan meyakini Jupiter memiliki inti yang padat, terdiri dari magnesium, besi, dan silikon. Massa inti Jupiter diperkirakan 15 kali massa Bumi. Di sekeliling inti Jupiter terdapat lapisan hidrogen metalik (yaitu hidrogen dalam fasa padat). Jupiter memancarkan cahaya dua kali dibandingkan cahaya yang diterimanya dari matahari. Fitur terkenal dari Jupiter adalah Bintik Merah Besar.

Bintik Merah Besar merupakan aktivitas badai dahsyat yang berlangsung (setidaknya) ratusan tahun. Ukuran Bintik Merah Besar mencapai tiga kali diamater Bumi.

Ganymede adalah satelit dengan radius 5260 km atau 80% radius Bumi. Periode orbit Ganymede mengelilingi Jupiter adalah sekitar 7 hari.

Transit adalah peristiwa melintasnya suatu objek langit di hadapan objek langit lainnya. Salah satu contoh transit yang paling populer adalah gerhana matahari. Gerhana matahari terjadi ketika bulan melintas di depan piringan matahari.

Planet Terang di Bulan Mei

Bulan mei ini kita bisa menikmati pemandangan menarik. Tiga planet terang menempel dengan cantik di langit malam.

Venus sedang mengalami fase setengah, karenanya Venus sangat cemerlang. Mengunakan teleskop dengan perbesaran minimum kita masih belum bisa melihat fase setengah Venus. Coba atur perbesaran teleskop anda hingga sekitar 400 kali supaya fase setengah bisa teramati. Venus terlihat di langit barat semenjak matahari terbenam hingga sekira pukul 20.35 WIB.

Jika anda ingin mencoba berastrofotografi silahkan mencoba membidik Venus dan M35 dalam frame yang sama. Jarak kedua
objek ini sekitar 3 derajat. Karena itu gunakan teleskop dengan medan pandang luas. Tentunya jika kita harus melakukan perlakuan khusus supaya Venus dan M35 bisa akur dalam frame yang sama. Usul saya adalah dengan mengambil satu frame dengan eksposur singkat. Tujuan pengambilan frame dengan eksposur singkat ini adalah agar Venus bisa terungkap baik. Lalu ambil lagi satu frame dengan eksposur panjang namun dengan menggeser medan pandang sehingga Venus tidak masuk ke dalam frame. Tujuan dari pengambilan frame bereksposur panjang ini adalah agar kita dapat menyingkap M35. Selanjutnya kita bisa menggabungkan kedua frame tersebut (mozaik).

Berikutnya adalah planet Saturnus. Saturnus berada di sekitar 40 derajat ke arah zenit dari Venus. Saturnus saat ini memiliki magnitudo sebesar 0.5 sehingga dengan mudah kita kenali.

Ketika Venus akan terbenam, di sisi timur si raksasa Jupiter tengah bersiap untuk naik ke Zenit. Jupiter seakan-akan ingin menggantikan peran Venus sebagai penguasa malam, magnitudo Jupiter adalah -2.5. Jupiter akan transit di meridian sekira pukul 1.42 WIB. Manfaatkan juga kesempatan ini untuk mengamati bintik merah besar yang ada di atmosfer Jupiter. Tabel kemunculan bintik merah besar bisa anda dapatkan di situs skytonight.com.

Monday, March 26, 2007

Menentukan Arah

A. Metoda Bayangan
Untuk mempraktekkan metoda ini carilah sebuah tongkat sepanjang 1 meter. Metoda ini sangat mudah dan akurat, terdapat beberapa langkah:
1. Tancapkan tongkat pada permukaan tanah. Tandai bayangan ujung tonkat. Jika matahari berada di timur maka bayangan akan jatuh di barat, dan sebaliknya.
2. Tunggu beberapa saat, 20 hingga 30 menit, bayangan akan berubah, kembali tandai bayangan ujung tongkat.
3. Hubungkan dua titik yang telah kita tandai sebelumnya dengan sebuah garis lurus, maka garis tersebut adalah garis timur-barat.
4. Jika anda berdiri dengan arah barat ada di kanan maka anda menghadap ke selatan, dan sebaliknya, jika arah barat ada di kanan maka anda menghadap ke utara.
5. Untuk menentukan arah yang lebih akurat buatlah sebuah garis baru yang tegak lurus garis timur-barat, garis baru tersebut adalah garis utara-selatan benar.

Metoda bayangan bisa digunakan di daerah manapun di bumi selagi kita dapat melihat matahari. Metoda ini juga sangat akurat dalam menentukan posisi utara-selatan benar.

Metoda bayangan jenis lain juga bisa dilakukan, masih menggunakan tongkat tetapi kita melakukan percobaannya sepanjang pagi hingga sore hari. Caranya adalah sebagai berikut:
1. Pada pagi hari amati ujung bayangan tongkat, lalu tandai.
2. Buat sebuah lingkaran penuh yang berpusat pada titik tertancapnya tongkat, dengan radius hingga ujung bayangan yang kita tandai.
3. Kembalilah pada sore hari, amati saat di mana ujung bayangan tongkat kembali menyentuh lingkaran yang telah kita buat sebelumnya.
4. Hubungkan dua titik yang ada pada lingkaran dengan sebuah garis lurus, maka anda telah berhasil membuat arah timur-barat.
5. Selanjutnya buat garis baru yang tegak lurus garis timur-barat, maka anda telah berhasil membuat garis selatan-utara.


B. Metoda Jam Tangan

Kita juga dapat menggunakan jam tangan analog untuk menentukan arah. Cara ini cukup mudah dan cukup akurat. Metda ini diterapkan secdara berbeda untuk belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Berikut cara menentukan arah untuk belahan bumi selatan:
1. Arahkan angka 12 pada jam tangan anda ke arah matahari.
2. Amati busur terpendek yang dibentuk dari angka dua belas dan jarum pendek, kemudian bagilah busur tersebut menjadi dua bagian yang sama besar. Garis yang membagi busur adalah garis hubung selatan-utara.

Untuk belahan bumi utara gunakan cara berikut:
1. Arahkan jarum pendek ke arah matahari.
2. Amati busur terpendek yang dibentuk oleh jarum pendek dan angka dua belas, kemudian bagi busur tersebut menjadi dua sama besar. garis yang membagi busur tersebut akan menunjukkan arah selatan-utara.
Sedikit koreksi untuk daerah yang menerapkan Daylight Saving Time, angka satu sebagai pengganti angka dua belas.


C. Metoda Bintang

Beberapa bintang membentuk pola tertentu yang dapat kita tandai sebagai penunjuk arah. Penduduk belahan utara biasanya menggunakan bintang kutub, yang posisinya hampir berhimpit dengan sumbu utara langit, sebagai penunjuk arah utara.

Di daerah selatan biasanya digunakan rasi Crux sebagai penunjuk arah selatan. Crux sangat mudah dikenali yaitu empat bintang terang yang membentuk konfigurasi salib. Gunakan sumbu terpanjang rasi tersebut kemudian tarik garis lurus ke arah "bawah" salib, bayangkan sebuah titik yang berjarak lima kali sumbu panjang Crux. Selanjutnya dari titik imajiner tersebut tariklah garis yang tegak lurus horizon, maka perpotongan garis tersebut dengan horizon adalah arah selatan.

Monday, March 5, 2007

Pencatatan Itu Penting

Gerhana Bulan Total 4 Maret lalu tidak berhasil saya amati. Subuh ketika gerhana langit tertutup awan. Padahal saya sudah standby semalaman di kontrakan.

Tanpa teleskop dan kamera tidak membuat saya berkecil hati mengamat gerhana. Banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan selama gerhana berlangsung. Di dunia astronomi alat bukanlah hal yang utama, melainkan pencatatan (recording) yang utama. Dengan metoda pencatatan seperti maka kita dapat mempelajari fenomena langit.

Masa pencatatan seperti telah dimulai semenjak zaman awal sejarah. Ketika terjadi peristiwa gerhana, kemunculoan bintang baru, okultasi planet oleh bulan, dll., oleh manusia yang hidup masa itu pada masa itu dilakukanlah pencatatan, salah satumedia rekaman adalah lukisan di dinding-dinding gua.

Tradisi pencatatan ini berlanjut ke zaman kejayaan astronomi islam. Pada waktu itu dilakukan beberapa pencatatan fenomena langit, pemetaan dll. Pada saat yang bersamaan astronom Cina mencatat peristiwa supernova 1054 M. Berkat pencatatan inilah kita berhasil melacak keberadaan supernova yang tergolong muda ini.

Memasuki zaman kejayaan Eropa kita mengenal Tycho Brahe yang mencatat kejadian supernova, juga Kepler yang menemukan supernova. Galileo mencatat pergerakan satelit-satelit Jupiter, tonjolan pada planet Saturnus, gerakan bintik matahari, dan banyak fenomena lainnya. Berkat bukti catatan tersebut maka kita dapat mengumpulkan berbagai hipotesa untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. Pada zaman itu jam mekanik telah ditemukan sehingga sangat membantu memberi informasi waktu kejadian.

Sebelum era plat fotografi pencatatan dilakukan dengan menggoreskan sketsa pada kertas. Dengan sketsa yang akurat (skala yang baik, pencatatan waktu) Galileo berani menyimpulkan berbagai hipotesis yang mengguncang khazanah ilmu pengetahuan saat itu.

Astronomi tidak melulu masalah alat. Melihat ke belakang maka kita dapat menyadari bahwa yang paling penting dalam astronomi adalah pencatatan. Percuma rasanya apabila kita bangun di tengah malam yang dingin kemudian memasang teleskop 30 cm dan kemudian hanya menatapnya. Kita bisa melakukan yang lebih dari itu, pencatatan. Coba sekali-sekali sket permukaan bulan, bintik matahari, satelit Galilean, atau titik-titik cahaya pada wilayah langit tertentu. Siapa tahu anda menemukan sebuah komet baru, asteroid baru, atau UFO :). Dan ketika anda ditanya oleh orang lain anda dapat menyodorkan bukti berupa pencatatan yang akurat. Kemudian catatan ini bisa dibandingkan dengan catatan orang lain yang mengamati peristiwa yang sama.

Jadi, mari lakukan pencatatan, sesederhana apapun itu. Biasakan dalam setiap pengamatan kita memiliki buku log. Selamat mengamat!

Friday, February 16, 2007

Gamma Ray Burst

Gamma Ray Burst (GRB) adalah ledakan terbesar di alam semesta semenjak Ledakan Besar saat kelahiran alam semesta. GRB akan teramati pada panjang gelombang sinar gamma dan dilanjutkan dengan afterglow pada panjang gelombang yang lebih panjang.

GRB dibagi menjadi dua jenis. Jenis yang pertama adalah Short Burst, berlangsung dalam masa kurang dari dua detik. Jenis ke dua adalah Long Burst yang berlangsung dalam rentang yang bervariasi antara 2 detik hingga ratusan detik, dan segera diikuti dengan peristiwa supernova. GRB merupakan petunjuk mengenai pembentukan black hole, objek eksotik yang muncul dari teori fisika yang hingga sekarang masih terus diburu keberadaannya.

Short Burst melibatkan peristiwa tabrakan dua bintang neutron. Long Burst merupakan hasil peristiwa keruntuhan pusat bintang masif, collapsar

Swift, satelit pertama yang dikhususkan untuk mendeteksi peristiwa afterglow GRB telah melakukan puluhan ribu pengamatan. Satelit ini cukup unik karena memiliki sensor sinar gamma yang dengan sigap menginformasikan peritiwa GRB kepada sistem teleskop sehingga teleskop segera mengarahkan moncongnya ke tempat kejadian perkara.

Baru-baru ini Swift menemukan GRB 060614 (deretan angka adalah tanggal pendeteksian). GRB ini agak aneh karena merupakan hibrida dari dua jenis GRB yang biasa ditemukan sebelum-sebelumnya. Tipe GRB 060614 adalah Long Burst, namun tidak ditemukan kejadian supernova pada peristiwa ini. Berarti GRB 060614 adalah jenis baru yang kembali membuat astronom mengatur ulang teori GRB.

Sumber: Swift homepage

Thursday, February 15, 2007

Gerhana Bulan Total, pagi 4 Maret 2007

Gerhana Bulan kembali hadir di Indonesia. Kali ini penampakannya lebih baik dibandingkan penampakan gerhana bulan September tahun lalu. Sayangnya momen gerhana total terjadi persis ketika bulan tenggelam di horizon barat. Namun untuk wilayah Indonesia bagian barat masih agak beruntung menyaksikan momen gerhana total, walaupun tidak sampai selesai. Pengamatan gerhana bulan total juga -mungkin, tetapi semoga tidak..- terkendala dengan kondisi cuaca yang agak mendung di beberapa wilayah Indonesia.

Tempat pengamatan terbaik adalah Eropa, Afrika, dan Jazirah Arab. Di Indonesia, wilayah optimal pengamatan adalah Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Riau.

Momen ke momen untuk Indonesia
Penumbra masuk ke piringan bulan pada pukul 03.18 WIB. Pada saat ini kita masih belum melihat ada sesuatu yang signifikan pada cahaya bulan. Wilayah Papua, Maluku, dan sekitarnya sudah tidak bisa mengamat pada pertengahan momen bulan ada di penumbra.

Kontak pertama umbra akan terjadi pada pukul 04.30 WIB. Akan terlihat ada bayangan tipis yang mulai memasuki piringan bulan. Bulan akan semakin terlihat gelap hingga saat total terjadi. Peristiwa ini masih bisa disaksikan di wilayah Sulawesi, Bali, Kalimantan dan Jawa.

Momen total akan terlihat pukul 05.44 WIB. Daerah yang masih bisa mengamati perstiwa ini adalah wilayah Sumatera bagian tengah (termasuk Bengkulu) hingga Aceh.

Puncak gerhana akan terjadi pukul 06.20 WIB. Aceh dan Sumatera Utara masih mungkin untuk mengamati peristiwa total ini, sementara cahaya fajar sudah semakin kentara.

Bulan akan meninggalkan Umbra pukul 08.11 WIB dan gerhana berakhir pukul 09.23 WIB.

Cara mengamat
Bagaimana cara mengamati gerhana bulan? Cara yang paling nyaman memang dengan teleskop. Teleskop berukuran 5 hingga 10 centimeter sudah cukup nyaman. Peralatan lain yang juga sangat membantu adalah binokuler (teropong medan)! Jangan ragu-ragu mengarahkan binokuler anda ke arah bulan, coba perhatikan wilayah umbra yang merangkak pada permukaan bulan. Cara lain adalah dengan mata telanjang, walaupun efek yang terlihat tidak begitu sensasional, tetapi anda dapat membedakan penampakan; sebelum gerhana, ketika bulan masuk penumbra, bulan masuk umbra, dan saat total.

Memotret gerhana
Karena gerhana kali ini terjadi ketika bulan akan tenggelam, maka alangkah baiknya jika dilakukan pemotretan dengan sudut lebar sambil menangkap foreground yang menarik. Bagi yang memiliki lensa tele dengan fokus sangat panjang, pemotretan sebaiknya dilakukan dalam sequences dengan periode tertentu sehingga hasilnya dapat disusun dalam bentuk mozaik yang baik. Eksposur yang baik untuk memotret gerhana bulan total bervariasi dari 1/100 detik hingga 1/4 detik. Silahkan memvariasikan eksposur dan harga ISO sesuai dengan keinginan. Tentunya kita menginginkan kontras yang cukup untuk bayangan bumi dan cahaya permukaan bulan.

Gerhana bulan di Indonesia
September lalu gerhana bulan yang terjadi adalah gerhana bulan umbra sebagian. Ketika itu kita harus menengadah untuk melihat gerhana karena bulan nyaris di dekat zenith ketika umbra mulai menyentuh piringan bulan.

Gerhana Bulan Total selanjutnya akan menghampiri Indonesia pada 28 Agustus 2007. Saat itu gerhana akan terlihat di horizon timur ketika bulan baru saja terbit.

Wednesday, February 14, 2007

Pengamatan Hilal Berbasis CCD

Pemerintah Indonesia menggunakan metode pengamatan bulan sabit muda (Rukyatul Hilal) untuk menentukan awal bulan-bulan Hijriyah. Rukyatul Hilal pada prakteknya digunakan untuk menentukan awal bulan selain Ramadhan, Syawal dan Zuhijjah. Dengan metode ini, pemerintah sekaligus menendang metode perhitungan (Hisab) yang lazim digunakan Muhammadiyah sebagai penentu keputusan.

Perbedaan teknik pengambilan keputusan ini menurut sebagian besar praktisi penanggalan Hijriyah disebabkan belum adanya kesamaan kriteria hilal. Permasalahan ini seharusnya bisa diselesaikan dengan membuat konsensus bersama yang diinisiasi oleh pemerintah. Namun, dari sisi pemerintah, belum ada keseriusan dalam meningkatkan kemampuan Rukyatul Hilal dan Hisab.

Dari perspektif Hisab, perhitungan yang lebih teliti sebenarnya sudah bisa dilakukan dengan komputer. Sebagai contoh, sekarang ini telah tersedia peta langit lengkap dengan katalog yang dapat mensimulasi keadaaan langit ketika terjadi konjungsi bulan. Ketelitiannya dapat diacungi jempol, setidaknya rentang kesalahannya masih dapat ditolerir yaitu melenceng maksimal 1 detik busur. Pemerintah bisa saja menggunakan software ini peta langit ini. Jika "sungkan" menggunakan peta langit buatan orang lain, pemerintah bisa membuat software sendiri dengan bertolak dari pengamatan rutin secara tekun dan teliti selama puluhan tahun lalu. Kemungkinan terakhir rasanya seperti mencoba menemukan roda (reinventing the wheel).

Rukyat, sebagai metode yang digunakan pemerintah, lebih parah lagi. Teknik instrumentasi astronomi berkembang pesat namun pemerintah masih menggunakan peralatan sederhana seperti theodolit. Pemerintah seharusnya mulai beralih menggunakan teleskop yang ditemukan 400 tahun lalu. Alat bantu ini tidak saja memperbesar bayangan hilal namun bisa diatur agar meningkatkan kejernihan dan kekontrasan gambar terhadap cahaya langit di latar depan.

Dari sekian banyak lokasi pengamatan hilal di Indonesia, masih sedikit pengamat hilal yang memakai teleskop. Menurut seorang dosen astronomi, pengamat enggan memakai teleskop karena tidak bisa mengarahkan teleskop ke arah hilal!


Bulan dan Venus pada siang hari
sumber: http://antwrp.gsfc.nasa.gov/apod/ap061030.html

Hilal merupakan sabit bulan paling tipis yang dapat diamati manusia di permukaan bumi. Cahaya dari sabit bulan berkompetisi dengan langit sore yang terang. Pengamat, yang secara psikologis sangat menantikan hilal, sering bersugesti melihat hilal. Padahal kenyataannya ia sedang melihat lampu nelayan atau planet Venus.

Karena itu, saya dan teman-teman bersepakat untuk mengimplementasikan sebuah sistem pengamatan hilal berbasis kamera CCD. Prinsipnya, pengamatan sabit bulan muda dilakukan menggunakan teleskop. Selanjutnya, pada ujung teleskop diletakkan kamera CCD. Penempatan kamera CCD ini agar pengamat tak perlu lagi menempelkan mata ke teropong.

Kamera CCD merekam bayangan bulan sebagai berkas gambar digital yang disimpan di hard disk. Berkas digital ini bisa diekstrak menggunakan algoritma pengolahan gambar sehingga penampakan hilal bisa terpisah jelas. Pengamat juga bisa melihat langsung gambar sabit bulan muda melalui monitor. Pun Quick Image Processing bisa dilakukan secara terpisah. Data pengamatan ini, hasil pemrosesan software atau olahan pengamat, segera diupload ke web melalui jaringan internet sehingga bisa dilihat publik. Pengamatan hilal menjadi lebih akurat dan cepat sekaligus menyadarkan masyarakat akan proses pengamatan hilal.

Selain dapat melihat hilal, data CCD dapat diproses di kemudian hari. Hasil pemrosesan ini bisa disumbangkan untuk data pengamatan hilal seluruh dunia. Saat ini jumlah data hilal dunia, khususnya dari bumi belahan selatan, memang masih sedikit. Indonesia akan memainkan peranan penting dalam penelitian hilal karena punya wilayah yang luas dan zona waktu yang lebar.

Implementasi ide ini akan berupa sebuah riset dengan periode Maret hingga Juni tahun ini. Untuk tempat pengamatan sejauh ini kami sepakat di Observatorium Bosscha dan Pelabuhan Ratu.

Sebagai akhir tulisan saya ini berikut ada file presentasi yang diberikan oleh teman saya, Evan, yang membahas mengenai kalender hijriyah. Bagi anda yang berminat, silakan mendownloadnya berkas berukuran ~900kb.

Thursday, February 1, 2007

Paradoks Olber

Kenapa Langit Malam itu gelap?

Kita tahu bahwa langit pada malam hari ditaburi oleh banyak bintang, lalu kenapa langit malam tetap saja gelap? Kenyataan bahwa langit malam itu gelap, bukannya terang oleh cahaya bintang, dikenal sebagai Paradoks Olber. Olber bukan orang pertama yang mempertanyakan hal ini, Thomas Diggeslah yang pertama.

Kebayakan dari kita menerima begitu saja bahwa siang itu terang dan malam itu gelap. Padahal apabila kita pikirkan lebih jauh ada banyak sekali bintang, dan jarak matahari ke bintang-bintang lain adalah beragam, sehingga akan selalu ada bintang ke manapun kita memandang.

Thomas Digges ketika itu berimajinasi mengenai bola-cahaya (baca: bintang) yang melayang dan terserak di ruang yang tak terbatas. Dengan asumsi bahwa alam semesta itu tak berbatas maka kita dapat melakukan integrasi kecerlangan setiap "lapisan langit" dari radius nol hingga tak berhingga. Hasil integrasi ini tentu saja adalah kecerlangan langit total.

Mari kita tinjau lebih jauh. Andaikan terdapat suatu lapisan kulit bola dengan ketebalan tertentu (tebal dR) yang berpusat pada bumi dengan radius R, lapisan ini disi oleh banyak bintang (sejumlah n). Kita dapat menghitung kecerlangan langit total dengan cara menjumlahkan seluruh lapisan ini. Jika kita tinjau untuk setiap lapisan maka kecerlangan tiap lapisan akan bergantung pada ketebalan lapisan, dR, bukan pada radius, R. Setiap pertambahan radius R maka kecerlangan bintang akan berkurang sesuai dengan hukum "kuadrat jarak terbalik", namun hal ini dikompensasi dengan pertambahan jumlah bintang mengingat volume yang dilingkupi oleh lapisan kulit bola juga ikut bertambah sehingga kcerlangan laisan dapat selalu kita anggap konstan.

Integrasi seluruh lapisan dari jarak nol sampai tak hingga menghasilkan angka tak hingga (wajar saja, yaitu mengalikan suatu konstanta dengan tak hingga). Jadi dapat disimpulkan: langit malam harus lah terang.

Teori yang berbeda dengan keadaan yang sebenarnya (tentu saja langit malam tidak "terang") membuat bingung ilmuwan-ilmuwan abad ke-19. Barulah pada abad ke-20 ditemukan resolusi ilmiah bagi Paradoks Olber. Adalah pandangan Einstein, melalui postulatnya, merubah cara pandang ilmuwan terhadap alam semesta. Bagi Einstein cahaya itu memiliki keterbatasan dalam hal kecepatan, sehingga kita akan memiliki keterbatasan dalam mengamati alam semesta yaitu alam semesta yang bisa kita amati hanyalah pada batas jarak tertentu, jarak tersebut dikenal sebagai horizon distance.

Juga, pandangan alam semesta Einstein yang menyangkal pandangan alam semesta Euclidian menjungkalkan asumsi hukum "kuadrat jarak terbalik" yang digunakan untuk membangun Paradoks Olber. Teori relativitas Einstein juga mengizinkan suatu alam semesta yang relatif terhadap pengamat, bukan alam semesta statis. Sehingga cahaya dari kejauhan akan mengalami pergeseran merah atau biru mengikuti kembang atau kontraksi alam semesta.

Sebelum Hubble berhasil mengamati gerak menjauh galaksi-galaksi, alam semesta yang diyakini adalah alam semesta statis, sehingga wajar saja ketika itu asumsi alam semesta yang tak terbatas dan sangat tua digunakan sebagai asumsi.

Sebenarnya Edgar Allen Poe pada 1848 telah menjawab Paradoks Olber melalui buku Eureka: A Prose Poem,
.. the only mode, therefore, in which undersuch a state of affairs, we could be by supposing the distance of the invisible background so immense that no ray from it has yet been able to reach us at all.

Wednesday, January 24, 2007

C/2006 P1

Komet merupakan benda bermassa kecil yang mengorbit matahari. Walaupun bermassa kecil komet bisa menjadi benda terbesar di tatasurya kita. Beberapa komet mengelilingi matahari secara periodik, sementara sebagian yang lain mendekati matahari untuk kemudian menjauh dan tidak kembali lagi.

Komet berasal dari bagain terluar dari tatasurya. Karena mendapat cahaya matahari yang sangat minim maka permukaaan komet amat dingin, permukaaan komet terdiri dari molekul-molekul yang berbentuk es padat. Ketika komet mendekati matahari maka radiasi matahari yang diterima permukaaan komet bertambah secara drastis. Kemudian pernukaan komet akan mulai menyublim. Angin matahari kemudian menerbangkan molekul-molekul di permukaaan komet yang apabila diamati dari bumi akan terlihat berupa ekor komet.

Inti komet tidaklah besar, yaitu sekitar belasan kilometer saja. Tetapi ekor komet jauh lebih besar. Ekor komet bisa membentang hingga 2 SA sehingga komet secara keseluruhan adalah benda terbesar di tatasurya kita.

Setiap tahunnya ditemukan 10-20 komet baru, namun tidak semuanya yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Komet dinamakan seusia dengan tahun penemuannya diikuti dengan huruf yang merepresentasikan tengah-bulan penemuan komet. Kita ambil contoh komet Mc Naught C/2006 P1, artinya komet ini ditemukan tahun 2006 sebagai komet pertama yang ditemukan pada paruh bulan kedua Agustus. Untuk komet periodik diberikan nama alias berupa nomor urut penemuan komet periodik diikuti dengan huruf "P". Komet Halley dikenal dengan nama 1P.

McNaught C/2006 P1
Pada tahun 2006 kita cukup dihebohkan dengan komet Schwassman-Wachmann (73P), kemudian komet Swan (C/2006 M4). Pada awal tahun 2007 kita kembali dihebohkan dengan komet c/2006 P1 yang diyakini magnitudo maksimumnya mencapai -5! Dengan nilai magnitudo seperti ini maka komet C/2006 P1 hanya kalah terang dibandingkan dengan komet Ikeya-Seki (1965) yang ketika mendekati perihelion memiliki magnitudo hingga -10!

Komet C/2006 P1 ditemukan oleh R. H. McNaught dari Siding Spring Observatory Australia menggunakan kamera CCD yang dicangkokkan pada teleskop Schmidt Uppsala 0.5 meter.

Beberapa hasil pemotretan menunjukkan komet ini bisa diamati pada siang hari. Contohnya adalah hasil yang didapatkan oleh Jogja Astronomy Club. Astronom Jogja ini berhasil merekam komet ini pada siang hari. Walaupun penampakannya berupa titik tetapi tetap saja pengamatan komet di siang bolong adalah pengalaman yang luar biasa.

Ketika diamati di sore hari, sesaat setelah matahari terbenam penampakan komet ini menjadi lebih dahsyat. Pengamatan semenjak tanggal 19 Januari 2007 hingga hari ini oleh astronom Australia menunjukkan hasil yang luar biasa, komet ini sangat lebar dengan bentuk ekor yang tersusun rapi bak daun nyiur. Penampakan sempurna seperti ini hanya bisa diamati oleh pengamat dari belahan selatan. Untuk pengamatan dari belahan utara cukup berbesar hati dengan melihat potongan ekor komet yang masih terjuntai di horizon barat (saking luasnya komet ini).

Pengamatan Komet

Pengamatan komet ini membutuhkan horizon yang bersih dan bebas dari hamburan sinar matahari. Karena itu waktu pengamatan yang paling baik adalah ketika matahari telah terbenam. tentu saja kita harus hati-hati mengarakan teropong ke arah komet ini jangan sampai mata kita terekspos cahaya matahari. Berikutnya kita bisa mengamati bagian ekor komet yang melengkung indah.

Galeri
Berikut beberapa foto komet yang saya ambil dari b
erbagai sumber di Internet:






Wednesday, January 3, 2007

Titan dan Saturnus, dan Bintang Generasi Awal

Ada dua gambar terbaru yang direkam oleh wahana antariksa Cassini dan teleskop inframerah Spitzer. Nikon D70 dan Takahashi ga bisa kayak gini! :D
Foto di bawah adalah hasil pemotretan oleh Cassini. Bagian depan adalah Titan dan bagian sabit di sebelahnya adalah daerah kutub selatan Saturnus. Titan adalah satelit Saturnus yang menarik bagi ilmuwan. Titan memiliki atmosfer yang tebal mirip dengan atmosfer bumi purba. Saat ini atmosfer Titan masih terlalu dingin.

Kelak apabila Matahari mengembang menjadi raksasa merah maka matahari akan cukup panas bagi manusia bumi. Pada saat itu atmosfer titan sudah menjadi cukup panas sehingga bisa nyaman untuk ditinggali. Manusia Bumi akan bermigrasi ke Titan. Tentu saja jangan sampai keduluan makhluk Mars! Yeah, Just kidding :P. Jadi, inilah Titan, calon rumah masa depan manusia, dan inilah saturnus, calon planet induk kita. (Waduh jadi inget game Freelancer yang seru ituh!).

Berikutnya adalah foto rekaman dari Spitzer. Bagian yang berwarna kuning diyakini sebagai protobintang yang akan menjadi bintang generasi awal. Massa bintang diyakini melebihi 100 kali massa Matahari kita! Sementara bagian yang berwarna merah adalah selubung materi yang melingkupi awan protobintang. Apabila protobintang sudah mencapai kesetimbangan permukaan (potensial gravitasi sudah seimbang dengan reaksi nuklir) maka bintang dengan segera menuju apa yang disebut Deret Utama. Deret Utama adalah suatu daerah yang digambarkan dalam Diagram Hertzprung-Russel.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More