Thursday, February 1, 2007

Paradoks Olber

Kenapa Langit Malam itu gelap?

Kita tahu bahwa langit pada malam hari ditaburi oleh banyak bintang, lalu kenapa langit malam tetap saja gelap? Kenyataan bahwa langit malam itu gelap, bukannya terang oleh cahaya bintang, dikenal sebagai Paradoks Olber. Olber bukan orang pertama yang mempertanyakan hal ini, Thomas Diggeslah yang pertama.

Kebayakan dari kita menerima begitu saja bahwa siang itu terang dan malam itu gelap. Padahal apabila kita pikirkan lebih jauh ada banyak sekali bintang, dan jarak matahari ke bintang-bintang lain adalah beragam, sehingga akan selalu ada bintang ke manapun kita memandang.

Thomas Digges ketika itu berimajinasi mengenai bola-cahaya (baca: bintang) yang melayang dan terserak di ruang yang tak terbatas. Dengan asumsi bahwa alam semesta itu tak berbatas maka kita dapat melakukan integrasi kecerlangan setiap "lapisan langit" dari radius nol hingga tak berhingga. Hasil integrasi ini tentu saja adalah kecerlangan langit total.

Mari kita tinjau lebih jauh. Andaikan terdapat suatu lapisan kulit bola dengan ketebalan tertentu (tebal dR) yang berpusat pada bumi dengan radius R, lapisan ini disi oleh banyak bintang (sejumlah n). Kita dapat menghitung kecerlangan langit total dengan cara menjumlahkan seluruh lapisan ini. Jika kita tinjau untuk setiap lapisan maka kecerlangan tiap lapisan akan bergantung pada ketebalan lapisan, dR, bukan pada radius, R. Setiap pertambahan radius R maka kecerlangan bintang akan berkurang sesuai dengan hukum "kuadrat jarak terbalik", namun hal ini dikompensasi dengan pertambahan jumlah bintang mengingat volume yang dilingkupi oleh lapisan kulit bola juga ikut bertambah sehingga kcerlangan laisan dapat selalu kita anggap konstan.

Integrasi seluruh lapisan dari jarak nol sampai tak hingga menghasilkan angka tak hingga (wajar saja, yaitu mengalikan suatu konstanta dengan tak hingga). Jadi dapat disimpulkan: langit malam harus lah terang.

Teori yang berbeda dengan keadaan yang sebenarnya (tentu saja langit malam tidak "terang") membuat bingung ilmuwan-ilmuwan abad ke-19. Barulah pada abad ke-20 ditemukan resolusi ilmiah bagi Paradoks Olber. Adalah pandangan Einstein, melalui postulatnya, merubah cara pandang ilmuwan terhadap alam semesta. Bagi Einstein cahaya itu memiliki keterbatasan dalam hal kecepatan, sehingga kita akan memiliki keterbatasan dalam mengamati alam semesta yaitu alam semesta yang bisa kita amati hanyalah pada batas jarak tertentu, jarak tersebut dikenal sebagai horizon distance.

Juga, pandangan alam semesta Einstein yang menyangkal pandangan alam semesta Euclidian menjungkalkan asumsi hukum "kuadrat jarak terbalik" yang digunakan untuk membangun Paradoks Olber. Teori relativitas Einstein juga mengizinkan suatu alam semesta yang relatif terhadap pengamat, bukan alam semesta statis. Sehingga cahaya dari kejauhan akan mengalami pergeseran merah atau biru mengikuti kembang atau kontraksi alam semesta.

Sebelum Hubble berhasil mengamati gerak menjauh galaksi-galaksi, alam semesta yang diyakini adalah alam semesta statis, sehingga wajar saja ketika itu asumsi alam semesta yang tak terbatas dan sangat tua digunakan sebagai asumsi.

Sebenarnya Edgar Allen Poe pada 1848 telah menjawab Paradoks Olber melalui buku Eureka: A Prose Poem,
.. the only mode, therefore, in which undersuch a state of affairs, we could be by supposing the distance of the invisible background so immense that no ray from it has yet been able to reach us at all.

2 comments:

EnDah Rezeki said...

Sebelumnya (dulu) berpikir kenapa malam itu gelap meski bertabur bintang karena cahaya bintang itu bertebaran cukup jauh antar bintang satu dengan yg lain jadi tidak menjadi satu kekuatan cahaya yang bisa mengalahkan pekatnya malam.

Anton William said...

Ternyata kita tidak bisa melihat seluruh isi alam semesta ini karena masih ada benda langit yang cahayanya belum sampai ke bumi.
Salam!

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More